Kiprah Bang Ali, sapaan beken dari Gubernur DKI Jakarta ke-7 sempat menuai pro dan kontra semasa memimpin Ibu Kota selama periode tahun 1966 – 1977.
Salah satu kebijakan kontroversial yang diingat yakni melakukan legalisasi praktik perjudian di Ibu Kota. Berbagai tekanan datang kepadanya.
Namun, pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat itu tetap bersikukuh dan tancap gas mendirikan sejumlah lokalisasi yang diperuntukan untuk berjudi serta memungut pajak darinya.
Bukan tanpa alasan Bang Ali melakukannya yakni ingin wajah kotanya menjadi termasyur. Namun lagi-lagi semuanya itu terhalang masalah anggaran yang dimiliki Pemrov DKI Jakarta kala itu.
Pasalnya, melihat anggaran pandapatan yang terlalu kecil akan sulit bagi pihaknya membangun Jakarta sebagai ibu kota yang harus dikenal di dunia internasional.
Bang Ali pun mencari segala cara untuk bisa mewujudkan mandat yang diberikan kepadanya. Hingga akhirnya tercipta kebijakan legalisasi perjudian.
Kebijakan legalisasi perjudian bukan tanpa sebab. Pasalnya, sebelum dirinya memimpin ibu kota, praktik perjudian memang sudah tumbuh subur ibarat jamur di musim hujan.
Diketahui, perputaran duit dari industri ilegal judi di Jakarta terbilang jumbo. Celah ini yang dimanfaatkan betul pihaknya untuk mendongkrak APBD untuk bisa memperbaiki berbagai infrastruktur Jakarta.
Selepas mendapat persetujuan dari pemerintah, era legalisaisi judi pun dimulai Jakarta. Berbagai proyek venue judi mulai dibangun.
Kasino di Gedung Hailai Ancol
Dahulu, Jakarta memiliki sebuah kasino yang termasyur karena banyak dikunjungi wisatawan lokal hingga mancanegara. Kasino tersebut berada di Gedung Hailai Ancol.
Di sana menawarkan beragam jenis permainan meja serta mesin slot. Ketinggalan judi pasang taruhan olahraga. Para pengunjung bebas memilih permainan apa yang diinginkan.
Sekedar mengetahui, nama Hailai diambil dari salah satu olahraga unik, yaitu Jai Alai jika dibaca hailai. Olahraga itu juga menjadi daftar permainan judi yang ada di sana.
Jai Alai yang berasal dari olahraga asal Spanyol sendiri menyerupai sebuah squash yang mana dua atlet memantulkan bola pada dinding. Namun tak memakai raket melainkan sebuah sarung tangan khusus yang dinamai cesta.
Tak hanya Jai Alai, terdapat juga sirkuit Bina Ria yang tak jauh dari Hailai. Sirkuit Bina Ria adalah sebuah venue untuk pengunjung dapat memasang taruhan balapan otomotif.
Menariknya, salah satu peraturan yang diterapkan Bang Ali ketika pembukaan bangunan judi di Jakarta yakni outfit pakaian yang dikenakan oleh pengunjung.
Guna mempertahankan nilai kemewahan dari venue-venue tersebut, para pengunjung diwajibkan memakai pakaian rapih lengkap dengan jas, dasi, dan sepatu bila ingin pasang taruhan.
Oleh karena itu, dahulu Hailai dikenal sebagai salah satu venue bergengsi dan mewah di masa kejayaan pada tahun 1970-an.
Pembangunan komplek Hailai seluas 550 hektar sendiri menelan biaya sebesar US$1,5 juta. Modal tersebut didapat dalam bentuk model investasi 50-50 dari PT Philindo Sporting Amusement and Tourism Corp.
Dimana, merupakan sebuah anak perusahan bersama dari PT Pembangunan Jaya Ancol dengan Seven Seas Finance and Trade Corporation Manila.
Pada 17 Mei 1971, Gedung Hailai diresmikan oleh Ali Sadikin. Dalam peresmian tersebut turut hadir Menteri Perhubungan Frans serta beberapa pejudi dari Amerika serikat dan Filipina.
Berdirinya Hailai pun disambut baik para wisatawan lokal dan mancanegara. Terbukti sangat membantu menggenjot pemasukan APBN dengan meraup omzet sebesar Rp 12,5 juta/hari.
Siapa sangka, di balik popularitas Hailai pada jamannya ada juga sejumlah oknum yang tak menerimanya. Terbukti, terjadi insiden kebakaran gedung Hailai pada 3 Oktober 1972.
Setelah dilakukan penyelidikan pihak kepolisian, terbukti terdapat oknum yang menjadi biang kerok kebakaran tersebut.
Pamor kejayaan dari Hailai dan berbagai venue judi resmi lainnya di Jakarta pun akhirnya redup. Ini seiring dengan berakhirnya masa kepemimpinan Ali Sadikin sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Ditambah lagi, pada tahun 1981 pemerintah resmi mencabut legalitas judi di Indonesia. Dengan begitu, fungsi Hailai sebagai satu-satunya kasino di Jakarta harus berakhir.
Meski sudah tak menjadi kasino lagi, nakun gedung Hailai tetap dipertahankan. Dimana, berubah fungsi menjadi sebuah ring tinju untuk beragam kejuaraan seperti Piala Sentot II serta Kejuaraan Tinju Nasional dan Tinju Yunior IV.
Tak lama berselang, sang pengelola gedung Hailai, yaitu PT Jaya Ancol dan PT Philindo akhirnya menyewakan gedung tersebut serta mengubahnya kembali fungsi gedung yang diisi restoran, tempat hiburan malam atau Diskotek Stardust serta Kantor Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI).
Sepertinya musibah tidak pernah lepas menaungi gedung Hailai ini lantaran si jago api kembali menghanguskan sebagian gedung berlantai tiga pada tahun 1988. Dari seluruh gedung, hanya tersisa kantor PBSI yang selamat.
Kemudian, Hailai kembali bangkit. Kala itu, dengan penampilan serta nama baru, yaitu International Hailai Executive Club.
Dimana, Hailai menjadi venue bagi para pecinta live music yang mana sejumlah musisi kelas dunia sempat manggung di sana.
Memasuki era milenium baru, pamor International Hailai Executive Club pun surut hingga pada akhirnya ditutup selamanya.
Namun lagi-lagi, Hailai kembali dilahap si jago api 2019 lalu. Hingga kini tak ada kejelasan pasti apakah gedung Hailai akan dibangun kembali atau diratakan dengan tanah.